
CS, Surabaya – Polemik dugaan pungutan liar (pungli) di SMP Negeri 1 Surabaya yang sempat mencuat ke permukaan akhirnya menemukan titik terang. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi D DPRD Surabaya bersama Komite Sekolah dan Dinas Pendidikan Surabaya pada Senin (4/8/2025), para pihak sepakat bahwa kegiatan yang dipersoalkan bukanlah bentuk pungli, melainkan kegiatan pribadi orang tua murid yang dilakukan secara sukarela.
RDP yang berlangsung di Gedung DPRD Surabaya ini sejatinya dijadwalkan membahas topik lain. Namun, Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, menjelaskan bahwa aduan dari kelompok Solidaritas Satu Cita (SSC) yang masuk pada 28 Juli 2025 membuat Komisi mengalihkan prioritas. “Sebenarnya hari ini kami akan melaksanakan hearing tentang baju seragam untuk gamis, tapi akhirnya kita geser ke hari Rabu karena adanya surat aduan dari SSC,” terang dr. Akma.
Meski telah memberikan perhatian khusus, Komisi D menyayangkan ketidakhadiran SSC dalam rapat klarifikasi ini. Hal tersebut menjadi catatan penting dalam proses penanganan. “Mudah-mudahan teman-teman SSC bisa introspeksi dalam menyampaikan permohonan hearing. Jangan memaksakan kehendak, dan kalau diundang seharusnya hadir agar kita bisa berdiskusi secara sehat,” tegas dr. Akma. Ia juga menyebut bahwa somasi bernada tajam yang dilayangkan SSC tidak sejalan dengan etika dialog.
Komite Sekolah SMPN 1 Surabaya melalui Siska Citra Amalia, selaku perwakilan, memberikan klarifikasi bahwa kegiatan pentas seni yang menjadi pokok aduan adalah inisiatif murni dari para wali murid kelas 9. “Kegiatan itu dilakukan dengan semangat gotong royong, tulus ikhlas, tanpa paksaan, dan tanpa melibatkan pihak sekolah. Tujuannya hanya untuk memberikan kenangan manis bagi putra-putri kami,” jelas Siska.
Ia menegaskan bahwa Komite tidak pernah melakukan pungutan yang bersifat memaksa maupun bertentangan dengan aturan. Bahkan, segala bentuk kegiatan dilakukan transparan dan tidak membebani wali murid lain. “Kami yakin berada di jalan yang benar. Tidak ada pelanggaran. Semua dilakukan demi kebaikan anak-anak kami,” lanjutnya.
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya, Yusuf Masruh, turut menegaskan bahwa tidak ada pelanggaran dalam kegiatan tersebut. Ia menjelaskan bahwa dalam regulasi Kementerian Pendidikan memang dimungkinkan adanya kegiatan “pelepasan siswa”, dan dalam praktiknya, orang tua acapkali menggelar kegiatan tambahan secara mandiri di luar sekolah. “Sejak awal, sekolah sudah melakukan pelepasan di lingkungan sekolah, lalu orang tua mengadakan acara sendiri. Lantas salahnya di mana?” ungkapnya heran.
RDP ini akhirnya menghasilkan kesimpulan bahwa kegiatan tersebut tidak memenuhi unsur pungli. Komisi D, Dinas Pendidikan, dan Komite Sekolah secara tegas menyepakati bahwa acara pentas seni adalah bentuk partisipasi dan inisiatif pribadi dari wali murid, yang dilakukan secara sukarela dan tidak menyalahi ketentuan.
Kontroversi dugaan pungli di SMPN 1 Surabaya akhirnya mereda setelah RDP mempertemukan para pihak terkait. Klarifikasi yang disampaikan secara terbuka mengungkap bahwa acara yang dipermasalahkan adalah bentuk inisiatif sukarela dari para wali murid, tanpa keterlibatan resmi sekolah dan tanpa unsur paksaan. Ketidakhadiran SSC dalam forum resmi ini menjadi catatan tersendiri dalam proses klarifikasi publik. Peristiwa ini menjadi pembelajaran penting bahwa komunikasi terbuka dan kehadiran dalam forum resmi jauh lebih efektif daripada tudingan sepihak.(Bas)